Inilah sebuah
surat yang pernah ku tulis ketika puncak pengalaman itu terasa menjadi sangat
menyakitkan............
******************************************************************************
Jogja, 15 Desember 2005
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pada akhirnya memang aku harus mengungkapkan ini semua,
mengatakan semua yang ada di dalam diri ini, yang selama ini tidak pernah dapat
terkatakan atau memang aku nggak mau mengatakannya. Barangkali ini adalah
kesalahanku juga atau ini adalah kebodohanku yang selalu memendam sendiri
setiap masalah yang kurasa, dan kusadari akhirnya aku terjebak pada sebuah
iklim yang tidak sehat yang menghambat gerak langkahku untuk membaur bersama.
Teruntuk saudaraku.... (*tersebutlah
beberapa nama, maaf harus di edit*) juga adik-adikku angkatan 2003, 2004,
2005 yang mungkin juga kena imbasnya.
Selama ini adalah sebuah perjalanan yang hebat bersama dengan
kalian semua disini, di dalam sini, di suatu tempat, suatu bagian yang kata
orang bernama batin dan hati. Perjalanan hebat itu telah berganti menjadi
siksaan yang hanya kurasa sendiri. Tanpa aku kuasa untuk berbagi bahkan dengan
saudaraku sendiri, dan kini, kuputuskan untuk mengatakan semua ini, setelah
perjalanan panjang yang melelahkan. Kisah itu
berawal.......................................................................
Suatu malam, aku lupa tanggal dan bulannya, waktu itu ada
janjian pertemuan MPI apa MPE ya (artinya apa udah lupa) di rumah mas Pulung.
Ketika masih masa kepengurusan mas Zein, aku juga belum jadi apa-apa di NUANSA.
Ada sebuah kesepakatan untuk mengadakan pertemuan itu, dan aku pun datang ke
rumah mas Pulung karena kebetulan rumahnya dekat dengan rumahku. Tapi yang
terjadi........, aku nggak tahu kalau rencana itu sudah dibatalkan, bahkan
ternyata mas Pulung sendiri juga nggak tau kalo akan ada ketemuan itu. Owwhhhh,
aku kok nggak dikasih tau ya, dan saat itu rasanya sakit, ada rasa sakit di
dalam dada. Akankah aku harus marah, menangis, jengkel, atau apa ????? dan jika
iya untuk apa? Atas kebodohanku? Atas sikapku? Atas semua yang terjadi???
Pada saat itu untuk pertama kalinya aku merasa DIBUANG,
TERSISIHKAN.
Waktu pun berlalu dengan sendirinya dan aku masih berusaha untuk
melupakan hal itu, menepis rasa yang pernah berkecamuk itu. Meski tak ada
penyelesaian yang pasti, hanya sebuah permintaan maaf saja dari nya atau
mereka.
Kejadian berikutnya, tanpa kuingat juga tanggal dan bulannya.
Suatu sore di kampus, tiba-tiba semua teman-teman --yang pernah kurasakan
sebagai saudara-- berangkat liqo’. Salah satu diantaranya kemudian mengajakku
untuk berangkat. Tercenung...heeiiyy ternyata hari ini ada liqo ya??? Dan entah
kenapa, tiba-tiba rasa sakit itu muncul kembali, lagi-lagi hanya aku saja yang
nggak tahu rencana sore itu. Luka itu kembali terbuka, terkoyak mungkin,
membuka luka lama yang belum sembuh benar. Mengapa aku lagi yang terlupakan???
Kenapa aku yang harus selalu merasakan semua ini? dan berbagai pikiran negatif
pun muncul berkelebatan di otakku.
Aku merasa menjadi orang yang jahat semenjak itu.
Di kesempatan yang lain, di bulan Ramadhan 1425 H, ketika itu
kumpulan, grup, gank yang tersohor itu masih eksis. Masih sering ketemu satu
sama lain, masih rajin ngadain Pesta Bujang. Waktu itu kita janjian mau ketemu di Wizma, malam
hari. Oke! Kemudian dalam bayanganku kita akan membicarakan hal yang penting,
seru, dan banyak hal menarik lainnya. Setelah buka puasa dan sholat maghrib aku
pun segera berangkat ke kampus, agak buru-buru memang. Tiba di kampus masih
sepi, dan yaaahhhhhhh..... pasrah aja
lah, karena lagi-lagi yang terjadi aku merasa menjadi terasing, hanya aku dan
cuma aku saja yang tidak diberitahu kalau janjian ketemuan jam 9 malam padahal
aku di kampus sejak selepas maghrib ..........
Masih ada yang lain lagi, sebuah pertemuan lain di kampus malam
hari, sekarang jam ketemuan sudah di beri tahu. Well, aku pun datang di jam
yang telah disepakati itu. Tapi yang terjadi setiap kali ada yang datang, ada satu
orang pergi untuk urusan tertentu. Jadi setiap kali itu pula harus selalu
menunggu dan menunggu. Acara pun nggak dimulai-mulai juga. Akhirnya janjian
ketemuan jam 9 malam, tapi acara ketemuan itu baru dimulai sekitar jam 11
malam. Bayangkan sebuah --entah rapat, pertemuan, atau apalah-- yang hanya
melibatkan nggak lebih dari 10 orang harus molorrr 2 jam....... bisa ditebak,
mood ku jadi berantakan lah, maka jam 12 aku pulang. Pasti wajahku pada saat
itu udah tertekuk-tekuk karena marah.
Berkali-kali hal itu terjadi akhirnya membuat aku menilai
negatif pada kumpulan orang-orang itu. Aku mulai menjauh dengan sendirinya dari
mereka, aku nggak ingin lagi kumpul dengan genk ini, aku mulai bersikap sinis.
Aku selalu ingin menyendiri, menjauh dari orang-orang ini karena bagiku ‘dekat
dengan genk ini = sakit hati’.
Mungkin aku seperti mempermasalahkan hal yang sepele, tapi
bagiku itu penting. Berapa kali kita molor dari jadwal yang sudah disepakati
bersama, ohh atau lebih tepat berapa kali kita dapat tepat waktu dengan jadwal
yang kita buat kalau kita ngumpul ??? Banyak yang berbicara mengenai
komitmen-komitmen-komitmen.....apa komitmen itu sudah dimiliki?
Bagaimana dengan cita-cita kita dulu untuk membuat sebuah kkn
tematik, kita bahas bersama dirumahku. Apa yang terjadi selanjutnya? Semuanya
B**LS**T !! omong kosong! Nggak ada yang berniat untuk mewujudkannya, semua
akhirnya hanya jalan masing, sendiri-sendiri. Lantas bagina manakah yang
disebut komitmen??? Masalah ketepatan waktu yang sepertinya tidak pernah
berubah menjadi lebih baik. Selalu saja menganggap entang sebuah keterlambatan,
selalu tenang saja dengan semua itu. Bohong saja kalau kita disiplin hanya ketika
ada kegiatan saja, cuma kalau pas outbound aja biar peserta nggka numpuk di
satu pos.....
Banyak hal yang telah terjadi, dan sekarang semua sudah berubah,
semua sudah menemukan jalan masing-masing. Mungkin juga aku memang harus
menelusuri jalanku sendiri. Aku di sini hanya mencoba untuk berbagi perasaan,
enggak terpikir apa efek dan akibat dari aku membuat tulisan ini. biarlah semua
terjadi seperti selama ini, ahhh kenapa aku merasa marah lagi ya saat
menuliskan ini. sepertinya semua ini sedang mencapai puncaknya. Aku sudah nggak
bisa lagi, setiap kali pisau itu muncul menorehkan luka.
Maaf jika selama ini aku masih sering saja melakukan hal yang
kurang berkenan, aku masih sensitif dengan istilah Pesta B, aku masing enggak
untuk kumpul bareng lagi, aku masih merasa sakit ketika ketemu dengan kalian.
Semoga kayu yang terpaku itu akan segera hilang bekasnya.... maaf kan aku yang
banyak salah dan sering marah-marah. Hanya ingin berbagi tentang perasaan yang
terpendam selama ini.
Teruntuk saudaraku semua, terimakasih atas semua yang telah kau
beri...............
Semoga esok kita menjadi lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Just a friend - maybe-
Budi Sulistyo