Selasa, 13 Agustus 2013

Cerita Shalawat dan Hati....

May It Be.....

Judulnya gak ada sambungannya sama tulisan ini sih, dikasih judul itu karena tulisan ini dibuat sehabis dengerin lagunya Enya – May It Be.
Tulisan ini juga cuma menulis ulang, tulisan yang pernah dibuat beberapa waktu lalu dan ilang dengan suksesnya setelah computer kantor dan MyTaptop diterjang virus. Dua tulisan ku coba meringkasnya jadi satu disini. Isinya sih kebanyakan keluh-kesah aja hehe, namanya juga manusia, bisanya cuma berkeluh kesah.

Tulisan pertama tentang kejadian waktu datang di acara shalawatan di kawasan cangkringan. Kejadiannya gini, aku sama temen ku dating ke acara shalawatan sore-sore, gak biasanya acara shalawatan diadain sore hari, karena kebetulan pas ada waktu kosong akhirnya aku memutuskan buat datang ke acara itu. Sampai disana ternyata acara inti shalawatannya belum dimulai, tapi udah masuk ke acara awal. Nunggu-nunggu, eh ternyata acaranya banyak sambutan-sambutannya. Di situ baru ngeh, ternyata acara intinya emang sambutan-sambutan, soalnya disitu acara penyerahan bantuan secara simbolis bagi korban erupsi merapi. Karena dari rumah berharapnya datang ke acara shalawatan dan ketemunya acara sambutan-sambutan, pastinya jadi ngerasa sebel, mangkel, tp untungnya nggak sampe marah-marah.

Aneh ya, maunya ‘ibadah kok sampe sana marah mau marah..

Akhirnya acara shalawatan pun dimulai, waktu udah sekitar jam 5 sore, berarti paling lama 45 menit aja shalawatannya. Ya udah terlanjur datang ya tetep diikutin aja shalawatnya. Nha disini ada kejadian yang serasa mengingatkan aku untuk selalu menjaga hati dari nafsu dan emosi..
(nb: sekarang diiringi lagu Caravansary-nya Kitaro,, berasa sendu gitu hahaha)
Yap, pada awal shalawat di mulai, tepat di depanku ada seseorang, laki-laki, masih usia muda, terlihat bershalawat sambil meneteskan air mata, bukan meneteskan tapi lebih tepatnya sudah berlinangan air mata. Subhanallah,, di antara ramai orang bershalawat dengan penuh semangat, ternyata ada yang bisa dengan khusyuk menikmati shalawatnya. Masya Allah, Astaghfirullah, saat itu aku jadi merasa sangat malu, selama ini ternyata dalam bershalawat aku masih hanya menikmatinya di otak dan mulutku, tapi belum merasakan shalawat itu di hatiku.

Aku nggak tau juga sih, apa orang itu bener2 bisa nangis waktu shalawat pertama dilantunkan, dan shalawat mahlul qiyam dilantunkan, karena bener2 menikmatinya dari hati, atau ada hal lain yang memicunya untuk menangis. bisa jadi orang itu bener2 sangat menikmatinya sehingga secara tidak sadar ia merasa dekat dengan Allah dan merindukan Rasulullah sehingga menangis. Atau juga bisa karena dia pernah mengalami kejadian traumatis dan emosional sebelumnya, dan ketika dilantunkan shawalat itu ia seperti mengadu kepada Allah, dia ingin menumpahkan semua hal yang dirasa kepada Allah dan Rasulnya.

Apapun itu, dari pandangan ku itu adalah bentuk menikmati shalawat dari hati, bukan menikmati shalawat dari otak. Terus terang aku lebih respect  dengan orang yang bisa bersholawat sambil diam dari pada orang yang bershalawat sampai menaik-naikkan tangnnya. Karena dalam (lagi-lagi) pandanganku itu malah terlihat berlebihan, menikmati tapi bukan dari hati. Apalagi bershalawat sambil menunjukkan gerakan-gerakan yang akhirnya malah mirip sebuah tarian. Malah terlihat aneh jadinya,,,

Jadi menurutku itulah shalawat yang sebenarnya, tanpa teriakan dan siulan, tanpa gerakkan yang berlebihan, tanpa teriakan yang tak karuan, shalawat adalah dari hati , sementara otak dan lisan hanya mengikuti apa yang hati ucapkan.

Well,,, akhirnya sekali lagi ini hanyalah pandanganku saja, penglihatanku saja, bahkan mungkin ini cuma sekedar opiniku saja, opini dari sebuah interpretasi subjektif sebuah fenomena..

-Pakualaman, Maret 2011-
@boed/tyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar